ISRA’
MI’RAJ
( TAFSIR QS. AL - ISRA’ / 17 : 1 )
I.
Surat
Al-Isra’/17 : 1
سُبۡحَٰنَ
ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ
ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِي بَٰرَكۡنَا حَوۡلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنۡ ءَايَٰتِنَآۚ إِنَّهُۥ
هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ ١
II.
Terjemahan Surat Al-Isra’/17 : 1
Maha
suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al
Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari
tanda - tanda (kebesaran)
kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.[1]
III.
Tafsir
Mufrodat
Mufrodat (kata-kata kunci) Qs Al-Isra’/17 : 1
Ø Maha Suci :
Ø Telah memperjalankan :
Ø Hambanya :
Ø Suatu malam :
Ø Masjid al-Haram :
Ø Masjid al-Aqsa :
Ø Dia Maha Mendengar Maha Melihat :
IV.
Penafsiran
Beberapa Mufasir
a.
Al-Maraghi
Menurut Al-Maraghi diawal ayat al-isra’ kata subhana
yang mengandung makna pensucian dan ketakjuban kepada Allah SWT kata ini
biasanya digunakan berkenaan dengan hal-hal besar dan luar biasa seandainya
beliau berisra’ hanya dengan ruh nya saja tanpa disertai dengan jasadnya, maka
hal itu tak obahnya dengan perjalanan mimpi dan tentunya kejadian isra’ tidak
dipandang sebagai peristiwa yang luar biasa karena ia hanya sebuah mimpi.
Kata asra yang berarti perjalanan, yang
mengandung makna Peristiwa perjalanan Nabi pada malam isra’ dan mi’raj sesuai
dengan namanya terdiri atas dua tahap perjalanan, tahap I, bermula dari
masjidil haram di mekah menujuh masjidil aqsha di palestina. Tahap II, dari
masjidil aqsha di palestina naik ke sidratul muntaha di langit dunia. Hanya
saja ayat ini hanya membicarakan soal perjalanan isra’ saja. Dalam ayat tidak
disinggung soal mi’raj atau naiknya Nabi ke langit. Meskipun demikian, ini
bukan berarti perjalanan mi’raj tersebut tidak ada atau tidak terjadi, atau itu
hanyalah cerita yang sengaja dikarang-karang oleh orang-orang terdahulu. Tetapi
pada waktu berlangsungnya isra’ pada malam itu pula Nabi Muhammad mengalami
mi’raj.
Dalam penafsiran al-maraghi pada ujung ayat yang
artinya sesungguhnya dia adalah maha mendengar lagi maha mengetahui menjelaskan
bahwa sesungguhnya orang yang telah memperjalankan hambaNya maha mendengar apa
saja perkataan kaum musyrikin Mekkah tentang perjalanan malam Nabi SAW dari
mekkah ke baitul mqdis, dan maha mendengar apa saja yang mereka kerjakan, tidak
satupun perkara yang mereka rahasiakan tersembunyi dariNya, tidak satupun
dilangit dan dibumi yang luput dari penglihatanNya. IlmuNya meliputi segala
sesuatu dan mengetahui jumlahnya. Dia mengawasi gerak-gerik hambaNya dan
membalas mereka sesuai dengan apa yang mereka kerjakan.[2]
b.
Quraish Shihab
Menurut Quraish shihab menafsirkan ayat pertama
menyatakan : Maha suci dengan kesucian
yang maha sempurna, Allah yang telah mengisra’kan yakni memperjalankan pada
waktu malam hamba-Nya yakni Nabi Muhammad saw. Pada suatu malam dari al-masjidil
al-haram yang berada di mekah ke al-masjidil al-Aqsha yakni tempat sujud
terjauh ketika itu di daerah palestina yang telah kami berkati sekitarnya agar
Kami perlihatkan kepadanya dalam perjalanan malam itu dengan mata kepala atau
mata hatinya sebagian dari ayat-ayat kami yakni tanda-tanda kebesaran dan
kekuasaan kami. Sesungguhnya Dia yakni
Allah SWT. Yang telah mengisra’kan itu adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.
Pengunaan kata Subhana alladzi asra’ bi’abdihi/Maha
suci yang telah mengisra’kan hambaNya tanpa menyebut nama Allah tetapi menyebut
perbuatannya yakni mengisra’kan.
Kata subhana menunjukkan keheranan atau
keajaiban sesuatu yang mengisyaratkan peristiwa isra’nya Nabi Muhammad Saw
adalah suatu peristiwa yang menakjubkan dan mengherankan.
Kata asra’ yakni perjalanan malam yang
mengandung makna bahwa perjalanan malam yang dimaksud dilakukan oleh Allah
terhadap hambaNya yaitu Nabi Muhammad saw, perjalanan isra’ tersebut terjadi
dibawah bimbingan Allah SWT dan TaufikNya secara terus menerus bahkan disertai
oleh Nya. Perjalanan Nabi Muhammad bukanlah atas kehendak beliau dan tidak juga
terjadi atas dasar kemampuan pribadi beliau tetapi itu atas kehendak Allah SWT
bahkan dia yang mengisra’kan yakni yang melakukan perjalanan itu untuk beliau.
Dari awal ayat ini mengingatkan semua manusia bahwa peristiwa tersebut harus
dikaitkan dengan kehendak dan kekuasaan Allah SWT.
Kata abdihi biasa diterjemahkan hambaNya yaitu
Allah menunjukkan kepada Nabi Muhammad Saw karena mahluk yang paling wajar lagi
sempurna ibadah dan pengabdiannya kepada Allah SWT.
Kata lailan atau malam menurut ulama kata
ini mengandung makna sedikit bahwa perjalanan malam itu tidak berlangsung
sepanjang malam tetapi hanya beberapa saat dan berlangsung singkat. Dan juga
mengandung makna bahwa peristiwa itu terjadi diwaktu malam, waktu dimana orang
tidur, dan perjalanan tersebut bukanlah dengan jasad tetapi berupa mimpi atau
dengan jiwa beliau.
Kata al-masjidil al-haram yang artinya
masjid yang agung dan dihormati atau tempat sujud yang agung dan dihormati atau
tempat shalat pada masa Nabi Muhammad Saw. Sedangkan kata al-aqsha bermakna yang
terjauh yang dimaksud adalah tempat sujud yang terjauh yaitu Bait al-maqdis di
palestina atau masjid yang terjauh yaitu di langit ketujuh. Dari kata
al-masjidil haram dan al-masjidil aqsha dapat diartikan bahwa perjalanan isra’
dan akhirnya yakni antara dua masjid hal tersebut mengisyaratkan bahwa
perjalanan hidup manusia menuju Allah SWT hendaknya bermula dari masjid yakni
kepatuhan kepada Allah SWT dan berakhir pula dengan masjid yakni kepatuhan
kepadaNya dan menjadikan perjalanan isra’ dari masjidil haram ke masjidil aqsha
dan kembali lagi ke masjidil haram untuk mengisyaratkan bahwa islam adalah
ajaran tauhid.[3]
c.
Hamka
Menurut hamka ayat ini diawali dengan kata subhana,
yang berarti maha suci Allah atau kebesaran Allah. Allah memulai ayat ini
dengan kata subhana dengan maksud sengaja menisbahkan langsung peristiwa itu
kepada dirinya hal ini menunjukkan bahwa kejadian itu merupakan rekayasa dari
Allah dan terjadi atas kehendakNya, hal tersebut juga ditegaskan oleh kata asra’
yang berarti berjalan diwaktu malam dan kata abdihi berarti dia
(hambaNya) sehingga menjadi asra’ bi’abdihi dan diterjemahkan (dia) telah
memperjalankan hambaNya”. Dari kata asra’ dapat dipahami bahwa perjalanan isra’
itu terjadi dibawah bimbingan Allah dan taufikNya. Penggunaan kata ini tidak
saja menjadikan Nabi diisra’kan lalu dilepas begitu saja, tetapi isra’
dilakukan beliau bahwa bimbingan Allah secara terus menerus, bahkan ‘disertai’
olehNya.
Oleh karena itu peristiwa isra’ dan mi’raj harus
ditimbang dari perspektif kebesaran Allah, dan alat ukurnya adalah kemampuan
dan kekuasaan Allah bukan kemampuan manusia. Kekuasaan dan kemampuan manusia
sangat terbatas, sementara kekuasaan dan kemampuan tiada batasnya. Sedangkan
dari kata abdihi dapat dipahami bahwa Allah menyebutkan dalam ayat ini guna
menjaga kemurnian akidah yang menjadi pokok pendirian umat muslim. Betapapun
luar biasanya peristiwa isra’ dan mi’raj namun Nabi Muhammad tetap pada kedudukkannya
yaitu abdihi beliau tetap hamba Allah betapapun hebatnya peristiwa itu tidak
lantas membuatnya beralih status menjadi tuhan.[4]
ANALISIS
Dari analisis
kami Perjalanan isra’ dan mi’raj menegaskan bahwasanya
Rasulullah Saw, mengalami masa kesulitan dalam perjalanan.
Dari analisis
kami Rasulullah Saw mengalami perjalanan malam yang penuh rintangan demi
mempertahankan hari kemenangan isra’ dan mi’raj. Setelah itu kisah perjalanan
Nabi Saw, menuju lokasi masjid yang berada di palestina.
Dari analisis
kami tujuan dari isra’ dan mi’raj di sebutkan dalam ayat untuk membuktikan
kebesaran dan keagungan Allah SWT. Dari sisi Nabi Muhammad Saw pengalaman
tersebut menjadi peneguh dan penguat semangat untuk motivasi penyampaian
risalah umat Islam semua.
KESIMPULAN
Demikian
uraian untuk memahami peristiwa Isra dan
Mi’raj berdasarkan QS:al-Isra’ ayat 1 dapat diambil
kesimpulan berikut:
1
Isra’ dan mi’raj adalah
perjalanan yang luar biasa menuju tempat yang sangat jauh dari waktu
yang sangat singkat, yang terjadi atas kehendak Allah serta berada dalam kendali dan bimbingan Allah SWT.
2
Perjalanan malam hari
yang luar biasa ini mencakup dua jenis
perjalanan, tidak
hanya perjalanan Isra’ dari Masjid al-Haram di Mekkah ke masjid al-aqsa di
Baitul Maqsha ke Sidratul Muntha
3
Tujuan utama dari
Isra’ dan mi’raj sebagaimana di sebutkan
dalam ayat adalah untuk
membuktikan kebesaran dan keagungan Allah
Dari sisi Nabi Muhammad, pengalaman tersebut
menjadi peneguh dan penguat semangat,
jiwa dan motivasi Nabi untuk menjalankan tugas menyampaikan risalah Islam kepada umat manusia
4
Isra’ dan Mi’raj
bukanlah perjalanan di waktu tidur atau mimpi. Melainkan perjalanan malam ini di lakukan
beliau secara utuh dengan roh dan jasadnya.
DAFTAR PUSTAKA
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, 2007, Jakarta: Lentera
Hati
Abudin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pilihan, 2003, Jakarta:
PT. Grasindo Persada
“
M A K A L A H ”
ISRA MI’RAJ
(TAFSIR QS.
AL-ISRA’/17:1)
Disusun Oleh
:
KELOMPOK 9
1. HERAWATI
2. JUNIARSEH
3. YUYUN TRIHASTUTI
PROGRAM STUDI EKONOMI PERBANKAN ISLAM
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
NEGERI ( STAIN ) CURUP
2011/2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar