Jumat, 13 Februari 2015

ISRA’ MI’RAJ ( TAFSIR QS. AL - ISRA’ / 17 : 1 )

ISRA’ MI’RAJ
( TAFSIR QS. AL - ISRA’ / 17 : 1 )


I.         Surat  Al-Isra’/17 : 1
سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِي بَٰرَكۡنَا حَوۡلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنۡ ءَايَٰتِنَآۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ ١


II.               Terjemahan  Surat Al-Isra’/17 : 1
Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya,  agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda - tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.[1]

III.                Tafsir  Mufrodat
Mufrodat (kata-kata kunci) Qs Al-Isra’/17 : 1

Ø  Maha Suci                                     :            
Ø  Telah memperjalankan                           :              
Ø  Hambanya                                                 :              
Ø  Suatu malam                                            :          
Ø  Masjid al-Haram                                       :              
Ø  Masjid al-Aqsa                                          :              
Ø  Dia Maha Mendengar Maha Melihat                      :              
IV.             Penafsiran Beberapa Mufasir

a.       Al-Maraghi
Menurut Al-Maraghi diawal ayat al-isra’ kata subhana yang mengandung makna pensucian dan ketakjuban kepada Allah SWT kata ini biasanya digunakan berkenaan dengan hal-hal besar dan luar biasa seandainya beliau berisra’ hanya dengan ruh nya saja tanpa disertai dengan jasadnya, maka hal itu tak obahnya dengan perjalanan mimpi dan tentunya kejadian isra’ tidak dipandang sebagai peristiwa yang luar biasa karena ia hanya sebuah mimpi.
Kata asra yang berarti perjalanan, yang mengandung makna Peristiwa perjalanan Nabi pada malam isra’ dan mi’raj sesuai dengan namanya terdiri atas dua tahap perjalanan, tahap I, bermula dari masjidil haram di mekah menujuh masjidil aqsha di palestina. Tahap II, dari masjidil aqsha di palestina naik ke sidratul muntaha di langit dunia. Hanya saja ayat ini hanya membicarakan soal perjalanan isra’ saja. Dalam ayat tidak disinggung soal mi’raj atau naiknya Nabi ke langit. Meskipun demikian, ini bukan berarti perjalanan mi’raj tersebut tidak ada atau tidak terjadi, atau itu hanyalah cerita yang sengaja dikarang-karang oleh orang-orang terdahulu. Tetapi pada waktu berlangsungnya isra’ pada malam itu pula Nabi Muhammad mengalami mi’raj.
Dalam penafsiran al-maraghi pada ujung ayat yang artinya sesungguhnya dia adalah maha mendengar lagi maha mengetahui menjelaskan bahwa sesungguhnya orang yang telah memperjalankan hambaNya maha mendengar apa saja perkataan kaum musyrikin Mekkah tentang perjalanan malam Nabi SAW dari mekkah ke baitul mqdis, dan maha mendengar apa saja yang mereka kerjakan, tidak satupun perkara yang mereka rahasiakan tersembunyi dariNya, tidak satupun dilangit dan dibumi yang luput dari penglihatanNya. IlmuNya meliputi segala sesuatu dan mengetahui jumlahnya. Dia mengawasi gerak-gerik hambaNya dan membalas mereka sesuai dengan apa yang mereka kerjakan.[2]

b.      Quraish Shihab
Menurut Quraish shihab menafsirkan ayat pertama menyatakan  : Maha suci dengan kesucian yang maha sempurna, Allah yang telah mengisra’kan yakni memperjalankan pada waktu malam hamba-Nya yakni Nabi Muhammad saw. Pada suatu malam dari al-masjidil al-haram yang berada di mekah ke al-masjidil al-Aqsha yakni tempat sujud terjauh ketika itu di daerah palestina yang telah kami berkati sekitarnya agar Kami perlihatkan kepadanya dalam perjalanan malam itu dengan mata kepala atau mata hatinya sebagian dari ayat-ayat kami yakni tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan kami. Sesungguhnya  Dia yakni Allah SWT. Yang telah mengisra’kan itu adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.
Pengunaan kata Subhana alladzi asra’ bi’abdihi/Maha suci yang telah mengisra’kan hambaNya tanpa menyebut nama Allah tetapi menyebut perbuatannya yakni mengisra’kan.
Kata subhana menunjukkan keheranan atau keajaiban sesuatu yang mengisyaratkan peristiwa isra’nya Nabi Muhammad Saw adalah suatu peristiwa yang menakjubkan dan mengherankan.
Kata asra’ yakni perjalanan malam yang mengandung makna bahwa perjalanan malam yang dimaksud dilakukan oleh Allah terhadap hambaNya yaitu Nabi Muhammad saw, perjalanan isra’ tersebut terjadi dibawah bimbingan Allah SWT dan TaufikNya secara terus menerus bahkan disertai oleh Nya. Perjalanan Nabi Muhammad bukanlah atas kehendak beliau dan tidak juga terjadi atas dasar kemampuan pribadi beliau tetapi itu atas kehendak Allah SWT bahkan dia yang mengisra’kan yakni yang melakukan perjalanan itu untuk beliau. Dari awal ayat ini mengingatkan semua manusia bahwa peristiwa tersebut harus dikaitkan dengan kehendak dan kekuasaan Allah SWT.
Kata abdihi biasa diterjemahkan hambaNya yaitu Allah menunjukkan kepada Nabi Muhammad Saw karena mahluk yang paling wajar lagi sempurna ibadah dan pengabdiannya kepada Allah SWT.   
Kata lailan atau malam menurut ulama kata ini mengandung makna sedikit bahwa perjalanan malam itu tidak berlangsung sepanjang malam tetapi hanya beberapa saat dan berlangsung singkat. Dan juga mengandung makna bahwa peristiwa itu terjadi diwaktu malam, waktu dimana orang tidur, dan perjalanan tersebut bukanlah dengan jasad tetapi berupa mimpi atau dengan jiwa beliau.
Kata al-masjidil al-haram yang artinya masjid yang agung dan dihormati atau tempat sujud yang agung dan dihormati atau tempat shalat pada masa Nabi Muhammad Saw. Sedangkan kata al-aqsha bermakna yang terjauh yang dimaksud adalah tempat sujud yang terjauh yaitu Bait al-maqdis di palestina atau masjid yang terjauh yaitu di langit ketujuh. Dari kata al-masjidil haram dan al-masjidil aqsha dapat diartikan bahwa perjalanan isra’ dan akhirnya yakni antara dua masjid hal tersebut mengisyaratkan bahwa perjalanan hidup manusia menuju Allah SWT hendaknya bermula dari masjid yakni kepatuhan kepada Allah SWT dan berakhir pula dengan masjid yakni kepatuhan kepadaNya dan menjadikan perjalanan isra’ dari masjidil haram ke masjidil aqsha dan kembali lagi ke masjidil haram untuk mengisyaratkan bahwa islam adalah ajaran tauhid.[3]


c.       Hamka
Menurut hamka ayat ini diawali dengan kata subhana, yang berarti maha suci Allah atau kebesaran Allah. Allah memulai ayat ini dengan kata subhana dengan maksud sengaja menisbahkan langsung peristiwa itu kepada dirinya hal ini menunjukkan bahwa kejadian itu merupakan rekayasa dari Allah dan terjadi atas kehendakNya, hal tersebut juga ditegaskan oleh kata asra’ yang berarti berjalan diwaktu malam dan kata abdihi berarti dia (hambaNya) sehingga menjadi asra’ bi’abdihi dan diterjemahkan (dia) telah memperjalankan hambaNya”. Dari kata asra’ dapat dipahami bahwa perjalanan isra’ itu terjadi dibawah bimbingan Allah dan taufikNya. Penggunaan kata ini tidak saja menjadikan Nabi diisra’kan lalu dilepas begitu saja, tetapi isra’ dilakukan beliau bahwa bimbingan Allah secara terus menerus, bahkan ‘disertai’ olehNya.
Oleh karena itu peristiwa isra’ dan mi’raj harus ditimbang dari perspektif kebesaran Allah, dan alat ukurnya adalah kemampuan dan kekuasaan Allah bukan kemampuan manusia. Kekuasaan dan kemampuan manusia sangat terbatas, sementara kekuasaan dan kemampuan tiada batasnya. Sedangkan dari kata abdihi dapat dipahami bahwa Allah menyebutkan dalam ayat ini guna menjaga kemurnian akidah yang menjadi pokok pendirian umat muslim. Betapapun luar biasanya peristiwa isra’ dan mi’raj namun Nabi Muhammad tetap pada kedudukkannya yaitu abdihi beliau tetap hamba Allah betapapun hebatnya peristiwa itu tidak lantas membuatnya beralih status menjadi tuhan.[4]















ANALISIS
Dari analisis kami Perjalanan isra’ dan mi’raj menegaskan bahwasanya Rasulullah Saw, mengalami masa kesulitan dalam perjalanan.
Dari analisis kami Rasulullah Saw mengalami perjalanan malam yang penuh rintangan demi mempertahankan hari kemenangan isra’ dan mi’raj. Setelah itu kisah perjalanan Nabi Saw, menuju lokasi masjid yang berada di palestina.
Dari analisis kami tujuan dari isra’ dan mi’raj di sebutkan dalam ayat untuk membuktikan kebesaran dan keagungan Allah SWT. Dari sisi Nabi Muhammad Saw pengalaman tersebut menjadi peneguh dan penguat semangat untuk motivasi penyampaian risalah umat Islam semua.















KESIMPULAN

Demikian uraian  untuk memahami peristiwa Isra dan Mi’raj berdasarkan  QS:al-Isra ayat 1 dapat diambil kesimpulan berikut:
1         Isra dan mi’raj adalah perjalanan  yang luar biasa  menuju tempat yang sangat jauh dari waktu yang sangat singkat, yang terjadi atas kehendak Allah  serta berada dalam  kendali dan bimbingan Allah SWT.  
2         Perjalanan malam hari yang luar biasa  ini mencakup dua jenis perjalanan, tidak hanya perjalanan Isra’ dari Masjid al-Haram di Mekkah ke masjid al-aqsa di Baitul Maqsha ke Sidratul Muntha
3         Tujuan utama dari Isra’ dan mi’raj sebagaimana di sebutkan  dalam ayat adalah  untuk membuktikan kebesaran dan keagungan Allah  Dari sisi Nabi Muhammad, pengalaman tersebut menjadi  peneguh dan penguat semangat, jiwa dan motivasi Nabi untuk menjalankan tugas menyampaikan risalah  Islam kepada umat manusia
4         Isra’ dan Mi’raj bukanlah perjalanan di waktu tidur atau mimpi. Melainkan perjalanan malam ini di lakukan beliau secara utuh dengan roh dan jasadnya.










DAFTAR PUSTAKA

Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, 2007, Jakarta: Lentera Hati
Abudin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pilihan, 2003, Jakarta: PT. Grasindo Persada





















“ M A K A L A H ”
ISRA MI’RAJ
(TAFSIR QS. AL-ISRA’/17:1)



Disusun Oleh :
KELOMPOK 9
1.  HERAWATI
2.  JUNIARSEH
3.  YUYUN TRIHASTUTI
PROGRAM STUDI EKONOMI PERBANKAN ISLAM
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN ) CURUP
2011/2012




[1] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati. 2007. hal:398
[2] Ahmad Mustafa al-Maraghi, Op. Cit., hal. 192-193
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati. 2007. hal:399-406
[4] Hamka, Tafsir al-azhar, Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1999 juz XV, hal.18

Tidak ada komentar:

Posting Komentar